Anda menegaskan pada bagian yang telah
lalu bahwa wanita memiliki kebebasan penuh dalam beraktivitas di luar rumah
selama menjaga norma-norma syariat. Apakah hal itu sesuai dengan ayat yang
mulia, "Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias
dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah dahulu."(QS. al-Ahzab:
33)
Masalah ini tertuju kepada istri-istri Nabi, dan bukan berarti
yang dimaksud dengan menetap di rumah adalah bahwa wanita dilarang untuk
keluar dari rumah, tetapi itu dalam konteks menjadikan rumahnya sebagai
fondasi yang menjadi sandarannya. Dan ini tertuju kepada wanita yang tidak
menetap di rumahnya dan tidak betah untuk tinggal di suatu tempat (suka
keluyuran pent. ) .Dan firman-Nya, "Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu
dan janganlah kamu berhias, " yakni janganlah kalian keluar rumah dalam
keadaan berdandan.
Apakah dibolehkannya wanita keluar dari
rumah terbatas pada tempat-tempat bekerja dan bersekolah, serta tempat-
tempat yang baik (bermanfaat), ataukah tidak terbatas pada tempat-tempat
tersebut? Apakah wanita berhak untuk keluar rumah guna menyaksikan hal-hal
yang menjernihkan mata, seperti pemandangan-pemandangan yang indah dan
tempat-tempat rekreasi?
Wanita boleh keluar dari rumah guna menikmati keindahan alam ke
mana saja, dengan syarat hendaklah tempat yang dituju bukan tempat syubhat,
dan masalah ini berlaku juga untuk pria sebagaimana berlalu untuk wanita.
Berada di tempat-tempat yang mengundang kecurigaan (mawaqi'
at-tuhmah) adalah hal yang makruh, baik bagi laki-laki maupun perempuan.
Hendaklah wanita tidak berada di tempat yang dapat memancing kepada
penyimpangan, sebagai bentuk antisipasi terhadap situasi-situasi yang sia-sia
(tak berguna) yang menarik seseorang melalui bisikan-bisikan nalurinya yang
negatif.
Kalangan fukaha berhati-hati dalam hal keluarnya wanita ke laut
dan sungai untuk melihat orang-orang lelaki yang berenang, karena itu
mendorong nafsu seksual bagi wanita. Hal yang sama juga berlaku bagi pria
ketika melihat orang-orang perempuan yang berenang. Oleh karena itu, sikap
kehati-hatian ini ( at-tahaf fudzh) bukan khusus bagi wanita di
hadapan pria, namun juga berlaku kepada pria sebagaimana berlaku kepada
wanita. Apabila wanita dapat menjauhi keadaan-keadaan yang menyebabkannya
terjerembab dalam hal yang haram, maka ia bisa mengambil kebebasannya untuk
melakukan apa saja yang dikehendakinya.
Mengapa wanita dilarang berjalan di
belakang jenazah?
Wanita boleh berjalan di belakang di jenazah, tetapi pelarangan
itu dari sisi emosional, karena boleh jadi ia (wanita) akan mengacaukan
keadaan dengan teriakan, tangisan, dan pemukulan ( dada atau kepala) .Adapun
jika ia berjalan di belakang jenazah secara wajar (biasa) , maka tidak ada
masalah.
Pada saat wanita keluar ke jalan,
bagaimana cara jalannya, bicaranya dan gaya
penglihatannya?
Hendaklah wanita berjalan di luar rumah seperti manusia lainnya
yang ingin pergi ke tujuannya. Jalan raya bukanlah tempat untuk
mempertontonkan otot (unjuk gigi), dan bukan tempat untuk memamerkan
kecantikan atau keangkuhan dan kegenitan, namun ia adalah medan yang di
dalamnya manusia bergerak untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, dan
hendaklah wanita berjalan di dalamnya dengan jalan yang wajar (biasa) seperti
manusia pada umumnya: "Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu
[adalah] orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati".
( QS. al-Furqan: 63 ) "Dan sederhanalah kamu dalam berjalan."
(QS. Luqman: 19) "Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan
sombong." (QS. al-Isra': 37)
Pesan-pesan (khitabat) ini tertuju kepada pria dan wanita
secara sama. Dan hendaklah ia melihat apa-apa yang di sekitarnya secara wajar
dan tidak menatap orang lain dengan tatapan yang mengundang bentuk ekspresi
emosi seksual, dan hendaklah ia berbicara dengan gaya pembicaraan yang lazim digunakan orang
dengan mengesampingkan ciri khas keberadaannya sebagai wanita. la harus
berbicara dengan cara yang wajar, yang pembicaraan di dalamnya merupakan
sarana untuk menyampaikan pesan tertentu kepada orang lain tanpa disertai
pelembutan dan pewarnaan (membumbui dengan hal yang tidak perlu-pent.),
sehingga pembicaraan tersebut keluar dari makna yang diungkapkannya dan
menjadi unsur perangsang yang ingin memikat orang lain. Jika hal ini
diterapkan, maka ini merupakan hal yang di dalamnya wanita dan pria bertemu
dalam bingkai (suasana) yang islami.
|
No comments:
Post a Comment