Laa'tahzan

welcome

Assalamualaiqum Wr.Wb Hay:) ,nikmatilah kunjungan anda di Blog Laa'tahzan ini, berikan komentar anda jika ada hal yang ingin di tanyakan. Ambilah manfaat yang banyak dari blog ini, dan jangan lupa untuk share yaa SEMOGA MEMBANTU :)

Tuesday, January 13, 2015

Aktivitas Wanita di Luar Rumah

Anda menegaskan pada bagian yang telah lalu bahwa wanita memiliki kebebasan penuh dalam beraktivitas di luar rumah selama menjaga norma-norma syariat. Apakah hal itu sesuai dengan ayat yang mulia, "Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah dahulu."(QS. al-Ahzab: 33)
Masalah ini tertuju kepada istri-istri Nabi, dan bukan berarti yang dimaksud dengan menetap di rumah adalah bahwa wanita dilarang untuk keluar dari rumah, tetapi itu dalam konteks menjadikan rumahnya sebagai fondasi yang menjadi sandarannya. Dan ini tertuju kepada wanita yang tidak menetap di rumahnya dan tidak betah untuk tinggal di suatu tempat (suka keluyuran pent. ) .Dan firman-Nya, "Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias, " yakni janganlah kalian keluar rumah dalam keadaan berdandan.
Apakah dibolehkannya wanita keluar dari rumah terbatas pada tempat-tempat bekerja dan bersekolah, serta tempat- tempat yang baik (bermanfaat), ataukah tidak terbatas pada tempat-tempat tersebut? Apakah wanita berhak untuk keluar rumah guna menyaksikan hal-hal yang menjernihkan mata, seperti pemandangan-pemandangan yang indah dan tempat-tempat rekreasi?
Wanita boleh keluar dari rumah guna menikmati keindahan alam ke mana saja, dengan syarat hendaklah tempat yang dituju bukan tempat syubhat, dan masalah ini berlaku juga untuk pria sebagaimana berlalu untuk wanita.
Berada di tempat-tempat yang mengundang kecurigaan (mawaqi' at-tuhmah) adalah hal yang makruh, baik bagi laki-laki maupun perempuan. Hendaklah wanita tidak berada di tempat yang dapat memancing kepada penyimpangan, sebagai bentuk antisipasi terhadap situasi-situasi yang sia-sia (tak berguna) yang menarik seseorang melalui bisikan-bisikan nalurinya yang negatif.
Kalangan fukaha berhati-hati dalam hal keluarnya wanita ke laut dan sungai untuk melihat orang-orang lelaki yang berenang, karena itu mendorong nafsu seksual bagi wanita. Hal yang sama juga berlaku bagi pria ketika melihat orang-orang perempuan yang berenang. Oleh karena itu, sikap kehati-hatian ini ( at-tahaf fudzh) bukan khusus bagi wanita di hadapan pria, namun juga berlaku kepada pria sebagaimana berlaku kepada wanita. Apabila wanita dapat menjauhi keadaan-keadaan yang menyebabkannya terjerembab dalam hal yang haram, maka ia bisa mengambil kebebasannya untuk melakukan apa saja yang dikehendakinya.
Mengapa wanita dilarang berjalan di belakang jenazah?
Wanita boleh berjalan di belakang di jenazah, tetapi pelarangan itu dari sisi emosional, karena boleh jadi ia (wanita) akan mengacaukan keadaan dengan teriakan, tangisan, dan pemukulan ( dada atau kepala) .Adapun jika ia berjalan di belakang jenazah secara wajar (biasa) , maka tidak ada masalah.
Pada saat wanita keluar ke jalan, bagaimana cara jalannya, bicaranya dan gaya penglihatannya?
Hendaklah wanita berjalan di luar rumah seperti manusia lainnya yang ingin pergi ke tujuannya. Jalan raya bukanlah tempat untuk mempertontonkan otot (unjuk gigi), dan bukan tempat untuk memamerkan kecantikan atau keangkuhan dan kegenitan, namun ia adalah medan yang di dalamnya manusia bergerak untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, dan hendaklah wanita berjalan di dalamnya dengan jalan yang wajar (biasa) seperti manusia pada umumnya: "Dan hamba-hamba Tuhan Yang Maha Penyayang itu [adalah] orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati". ( QS. al-Furqan: 63 ) "Dan sederhanalah kamu dalam berjalan." (QS. Luqman: 19) "Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong." (QS. al-Isra': 37)
Pesan-pesan (khitabat) ini tertuju kepada pria dan wanita secara sama. Dan hendaklah ia melihat apa-apa yang di sekitarnya secara wajar dan tidak menatap orang lain dengan tatapan yang mengundang bentuk ekspresi emosi seksual, dan hendaklah ia berbicara dengan gaya pembicaraan yang lazim digunakan orang dengan mengesampingkan ciri khas keberadaannya sebagai wanita. la harus berbicara dengan cara yang wajar, yang pembicaraan di dalamnya merupakan sarana untuk menyampaikan pesan tertentu kepada orang lain tanpa disertai pelembutan dan pewarnaan (membumbui dengan hal yang tidak perlu-pent.), sehingga pembicaraan tersebut keluar dari makna yang diungkapkannya dan menjadi unsur perangsang yang ingin memikat orang lain. Jika hal ini diterapkan, maka ini merupakan hal yang di dalamnya wanita dan pria bertemu dalam bingkai (suasana) yang islami.


No comments:

Post a Comment